Saturday, January 21, 2006

Pertimbangan Dalam Melakukan Kegiatan Konservasi Koleksi di Museum Nasional

Pertimbangan Dalam Melakukan Kegiatan Konservasi Koleksi di Museum Nasional

Fungsi Museum antara lain sebagai penghubung antara masyarakat dengan benda cagar budaya yang biasa disebut dengan koleksi, yaitu bagaimana museum dapat memanfaatkan koleksi yang dimiliki untuk menarik minat masyarakat agar datang ke museum dan menikmati koleksi. Selain itu museum juga memiliki kewajiban bagaimana koleksi – koleksi yang dimiliki tetap aman dan terlindungi di dalam museum. Jangan sampai di dalam museum, yang justru harus terlindungi malah timbul kerusakan baru akibat salah simpan atau salah dalam penanganannya.
Bagian yang menangani perlindungan dan preservasi koleksi di Museum Nasional adalah Seksi Konservasi dan Restorasi, pada Bidang Konservasi dan Penyajian. Dalam setiap kegiatannya staf seksi konservasi (sering disebut sebagai konservator) berusaha keras agar dalam bekerja tidak menimbulkan kerusakan baru. Paradigma melindungi koleksi selalu membayangi setiap kegiatan yang dilakukan.
Kegiatan teknis konservasi yang selama ini dilakukan langsung pada koleksi, seperti penghilangan debu, pengurangan korosi, penyemprotan rayap sebenarnya merupakan bagian dari seluruh kegiatan konservasi benda cagar budaya di museum. Kegiatan lainnya adalah konservasi preventif yang bertujuan untuk memperpanjang hidup koleksi, yaitu dengan cara mengetahui apa penyebab kerusakan pada koleksi, dan mengerti bagaimana bisa terjadi kerusakan. Terakhir, yang dapat dikelompokkan dalam konservasi adalah konservasi sebagai ilmu (ilmu konservasi, sains). Menurut Chiari dan Leona pada bidang ini konservasi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu; (1) arkeometri, mempelajari benda-benda budaya termasuk yang ada di museum untuk tujuan mengetahui apa materialnya (terbuat dari apa), kapan koleksi dibuat, dimana dibuat dan bagaimana peralatan itu dibuat; (2) Studi mengenai perubahan yang terjadi pada koleksi dan apa yang menyebabkan terjadinya degradasi, dan (3) Pengembangan, yaitu kemampuan dalam menciptakan atau memodifikasi peralatan yang sudah ada untuk dapat digunakan dalam kegiatan konservasi. Setelah diketahui betapa pentingnya peranan konservasi dalam mempertahankan kelangsungan hidup koleksi yang ada dalam museum, perlu diketahui tindakan-tindakan yang dilakukan konservator dalam melakukan kegiatannya.
Kegiatan konservasi koleksi museum dilakukan dengan pertimbangan -pertimbangan yang benar, artinya konservator telah tahu resiko yang akan dihadapi jika terjadi kesalahan. Hal ini karena jika kita salah melakukan tindakan, bisa jadi akan timbul kerusakan yang baru dan kemungkinan nilai sejarah yang terkandung didalamnya akan hilang.
Penting dilakukan pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan sebelum melakukan tindakan konservasi, yaitu: bahwa yang dilakukan adalah lebih bersifat konservasi jangka panjang, dan sebelum melakukan kegiatan telah diketahui jenis bahan apa yang ada pada koleksi, serta mengapa dan bagaimana koleksi dapat mengalami kerusakan saat disimpan di museum, dan bagaimana kita mengatasi kerusakan tersebut. Ketika melakukan tindakan konservasi sebaiknya lebih diterapkan pendekatan penyelesaian masalah (problem solving) daripada pendekatan resep (recipe approach) karena setiap objek unik dan tidak ada satu penyelesaian untuk mengatasi semuanya (no one right solution).
Latar belakang pemikiran tersebut adalah untuk dapat memutuskan tindakan apa yang akan dan harus dilakukan, tindakan apa yang tidak akan dilakukan pada koleksi. Dan keputusan yang diambil (melakukan atau tidak) telah memiliki alasan yang masuk akal.
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah melakukan prosedur diagnostik kerusakan dengan dilatari pengetahuan-pengetahuan antara lain; apa koleksi kita, terbuat dari apa, apakah berasal dari bahan organik (material dari tumbuhan dan hewan) atau anorganik (mineral, logam), bagaimana lingkungannya; mengapa dan bagaimana dapat terjadi kerusakan, apa yang dapat kita lakukan untuk mengatasi kerusakan dan bagaimana kita melindungi agar terhindar dari kerusakan.

Tahu koleksi dan teknik pembuatannya
Sebagai pekerja yang selalu bergaul dengan koleksi, pengetahuan mengenai jenis bahan dan teknik pembuatan sangat penting untuk diketahui. Koleksi yang berasal dari bahan organik berbeda sifatnya dengan koleksi anorganik. Koleksi yang terbuat dari bahan organik lebih rapuh daripada koleksi anorganik karena lebih rentan dan mudah dipengaruhi lingkungan. Pengetahuan mengenai teknik atau cara koleksi tersebut dibuat juga menjadi dasar dalam melakukan tindakan konservasi. Jangan sampai apa yang dilakukan justru membuat koleksi rusak.

Tahu gedung dan lingkungannya
Pengetahuan mengenai gedung, konstruksi dan lingkungannya sangat membantu konservator dalam melakukan kegiatannya. Koleksi museum yang berada di dalam museum, dapat kita anggap disimpan di dalam kotak, dimana kotak tersebut berada dalam kotak yang lebih besar.
Dengan demikian, kita dapat mengetahui lingkungan yang berada di sekitar koleksi. Lingkungan mikro, adalah lingkungan yang langsung mengenai koleksi, seperti ruangan vitrin dan lingkungan makro, yaitu lingkungan di dalam dan luar gedung. Juga perlu diketahui bagaimana konstruksinya, apakah terbuat dari kayu, batu atau beton, terdapat kaca atau tidak. Bagaimana orientasi terhadap matahari, bagaimana pengaruh hujan terhadap koleksi yang ada di dalam ruangan. Apakah ada tempiasan dari hujan dsb.
Perlu diketahui juga bagaimana akses terhadap lingkungan luar, bagaimana kondisi pintu, jendela, ventilasi, apakah memiliki ukuran besar, kecil, sehinga tahu kemana arah angin bertiup. Selain itu harus diketahui pula bagaimana lingkungan disekitar : jalur air (pipa), polusi, tahu darimana asalnya uap air.
Konservator perlu mengetahui dimana koleksi tersebut diletakkan, apakah didalam ruang pamer, didalam vitrin atau diluar vitrin, atau didalam ruang penyimpan. Hal ini karena letak asal koleksi berpengaruh pula pada cara konservator melakukan tindakan.


Tahu mengapa dan bagaimana dapat terjadi kerusakan pada koleksi
Kerusakan pada koleksi di museum dapat terjadi karena adanya faktor kerusakan, yaitu pertama faktor Iklim yang tidak sesuai, disebabkan fluktuasi temperatur dan kelembaban relatif (RH) pada lingkungan disekitar koleksi. Koleksi organik lebih bereaksi dengan kelembaban disekitarnya karena pada koleksi organik mengandung sejumlah air di dalamnya, dan selalu berusaha menyeimbangkan dengan kandungan uap air yang ada di sekitarnya.
Faktor kedua adalah cahaya, yang bersifat kumulatif. Sinar ultraviolet pada cahaya akan merubah struktur dari material dan sinar inframerah dapat membakar material karena sifatnya yang lebih panas. Kerusakan akibat cahaya pada koleksi museum tergantung dari jenis koleksinya. Koleksi anorganik tidak sensitif terhadap cahaya kecuali jika pada permukaannya terdapat cat atau vernish akan menjadi sensitif. Sedangkan koleksi organik sensitif terhadap cahaya dengan tiga tingkat sensitivitas, yaitu : sensitif (koleksi lukisan, kayu, kulit), sangat sensitif (kertas, tekstil) , dan sangat sangat sensitif (koleksi foto).
Faktor kerusakan yang ketiga berasal dari lingkungan, seperti serangga, jamur, lumut, Hewan (burung, tikus), polusi udara, dan debu.
Faktor terakhir, yang sering tanpa disadari adalah manusia. Seringkali kerusakan ditimbulkan karena tidak hati-hatinya pekerja museum dalam memegang dan membawa koleksi saat dipindahkan, atau pun ketika melakukan kegiatan konservasi. Staf konservasi telah dibekali ilmu dalam melakukan kegiatannya, sehingga kerusakan akibat salah memegang (terutama kerusakan fisik) dapat diminimalisasi.

Setelah mengetahui faktor- faktor yang dapat menimbulkan kerusakan, konservator mengetahui apa yang semestinya dilakukan, yaitu dengan mengurangi faktor-faktor yang menimbulkan kerusakan sehingga kerusakan tidak muncul kembali.




Tindakan konservasi

Sebelum melakukan tindakan konservasi perlu difikirkan apakah yang akan dilakukan akan memiliki efek pada 100 -200 tahun yang akan datang. Intinya, apa yang akan kita lakukan saat ini, akankah berpengaruh pada koleksi di masa yang akan datang. Apakah koleksi yang dikonservasi tersebut akan berubah pada 100 tahun yang akan datang. Hal ini penting dilakukan karena jika terjadi perubahan pada koleksi disebabkan perlakuan sekarang, maka di masa yang akan datang makna dan nilai koleksi akan berubah dan kita akan kehilangan nilai yang sebenarnya dari koleksi.
Dalam melakukan kegiatannya, prosedur yang harus dilakukan yaitu mencatat kondisi koleksi (condition report), melihat kerusakan dan menganalisis kerusakan dengan mempertimbangkan faktor-faktor kerusakan diatas. Setelah dianalisis, diambil keputusan tindakan apa yang akan dilakukan , atau tidak melakukan kegiatan apapun untuk mengatasi kerusakan tersebut.

Ketika sebuah koleksi diterima oleh staf konservasi, dilakukan pengamatan yang menyeluruh. Apakah hanya akan dilakukan restorasi, apakah akan dilakukan tindakan preventif dan atau kuratif, atau semua dilakukan, atau justru tidak melakukan apa-apa.


Apakah kerusakan yang ada pada koleksi saat ini ini berbahaya untuk kelangsungan hidup koleksi itu sendiri? Apakah terdapat bagian yang lepas, longgar dan sebagainya.

Apakah kegiatan / treatment konservasi yang akan dilakukan pada koleksi sangat penting untuk dilakukan saat ini (dengan catatan resiko yang akan didapat telah diketahui).


Konservasi kuratif dilakukan apabila memang diperlukan. Untuk tindakan perwatan sebaiknya dipilih konservasi preventif, yang dilakukan untuk mengurangi penyebab dari kerusakan / deteriorasi. Kegiatan konservasi preventif ini dilakukan secara langsung pada koleksi atau tidak langsung dengan cara memodifikasi lingkungan dimana koleksi itu berada.
Pada akhirnya, meskipun beban perawatan koleksi merupakan tugas dan tanggungjawab seksi konservasi, namun sebenarnya perlindungan koleksi yang ada di museum merupakan tanggungjawab seluruh karyawan museum. Untuk itu mari kita bahu membahu dalam merawat dan melindungi koleksi, karena hal ini merupakan tanggungjawab kita untuk meneruskannya kepada generasi yang akan datang.

Jakarta, Desember 2005

0 komentar: