Saturday, January 21, 2006

KEGIATAN WORKSHOP KONSERVASI TEKSTIL DI LEIDEN





Edisi Bahasa Indonesia

Bulan Agustus 2005, workshop konservasi koleksi tekstil yang merupakan bagian dari program Collasia 2010 dibuka. Saya mengikuti kegiatan ini sebagai asisten pengajar sedangkan untuk pesertanya dipilih rekan saya, Hari Budiarti, juga berasal dari Museum Nasional. (Pada program CollAsia di Thailand bulan Januari 2005 saya sebagai peserta. Ketika itu temanya adalah Exhibit Conservation atau Konservasi koleksi pada Pameran).
Sebagai salah satu dari asisten pengajar, saya memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:
- mempersiapkan sarana dan prasarana sebelum dan sesudah kursus berlangsung
- mendampingi peserta dalam melakuka diskusi kelompok
- Membuat kartu nama/bussiness card untuk peserta yang tidak memiliki kartu.
- Membuat dokumentasi kegiatan untuk diserahkan kepada panitia/organizing commitee, yaitu untuk ICCROM (Roma), SPAFA (Thailand) dan RMV (museum Ethnology) selaku tuan rumah
- menjadi asisten pendamping RMV dalam melayani kebutuhan peserta dilingkungan RMV.


Diary workshop

Senin / 22 Agustus 2005
Sebagai asisten kursus,mulai mempersiapkan objek yang akan digunakan sebagai bahan diskusi selama workshop. Barang-barang tersebut merupakan kumpulan koleksi tekstil yang sengaja di beli di pasar daerah Thailand, Indonesia dan Filipina. Namun karena ingin memberi kesan sebagai barang koleksi untuk peserta, dan juga untuk menjaga agar tidak ada kontaminasi dari negara tersebut masuk ke RMV, maka koleksi tersebut dimasukkan ke dalam ruang karantina. Di dalam ruang karantina koleksi dipilih lagi, dan untuk koleksi yang memiliki jejak / sisa insek, koleksi dimasukkan ke dalam kantung plastik dan kemudian dimasukkan dalam freezer dengan suhu minus 24oC. Proses ini disebut deep freezing. Maksud dari proses ini adalah agar insek yang kemungkinan masih ada pada tekstil akan mati pada suhu dingin. Proses ini berlangsung hingga 24 jam.

Selasa / 23 Agustus
Mengambil koleksi dari freezer, dan kemudian menempatkan di dalam ruang karantina dengan suhu normal. Kegiatan ini dimaksudkan agar koleki beradaptasi dengan suhu kamar / suhu ruang yang ada di RMV. Kegiatan ini juga dimaksudkan agar tidak terjadi proses tegang/ regangan pada tekstil, karena adanya perubahan cuaca yang cukup drastis dari iklim tropis ke iklim dingin. Selain itu juga sebagai asisten kursus, mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung seperti kartu peserta, pass masuk museum , alat-alat tulis, ruangan dan obat-obatan.

Rabu / 24 Agustus
Kegiatan dimulai dengan acara pidato pembukaan oleh Graeme Scott selaku tuan rumah dan Katriina Simila sebagai wakil dari ICCROM dan melakukan tur keliling RMV.
Graeme Scott memaparkan kondisi RMV 15 tahun yang lalu yang sama dengan hampir kebanyakan museum di Asia Tenggara, namun dengan sebuah rencana (Delta Plan) maka penataan museum dan storage yang baru dapat terwujud. Siang hari kegiatan dilanjutkan dengan perkenalan diantara sesama peserta, asisten dan pengajar. Kegiatan diakhiri dengan pemberian materi dan tujuan kegiatan kursus, terutama modul 1 dan modul 2 yaitu antara lain:
- membuat jaringan yang profesional antara konservator se Asia Tenggara
- untuk mengetahui pengertian tekstil, materi dan sifatnya
- penekanan bahwa pekerja museum adalah agen yang aktif terhadap koleksi
- untuk mempelajari bahwa object memiliki arti yang berbeda
- Mempelajari biografi koleksi dan bagaimana hal ini dapat mempengaruhi dalam membuat dokumentasi, melakukan konservasi dan memamerkan koleksi.

Kamis / 25 Agustus
dimulai dengan mengidentifikasi pakaian yang digunakan, yaitu material, teknik dan asal dari tekstil tersebut. Seringkali material diberikan dengn nama yang berbeda, padahal sebenarnya sama. Lalu peserta dibagi menjadi 4 grup, dan dilakukan aktivitas dengan cara menyebarkan koleksi pada masing-masing grup, dan tiap grup menentukan koleksi mana yang termasuk tekstil, mana yang tidak. Lalu kemudian tiap grup mengidentifikasi dan melakukan presentasi kepada semua orang, mengapa mereka mengkategorikan sebagai tekstil, dengan alasan yang masuk akal dan logis. Siang harinya didiskusikan kembali, dan peserta sepakat, yang dimaksud tekstil adalah jika dipintal dan bersifat fleksibel. Tekstil bukan berarti apa yang bisa dikenakan. Untuk itu dalam bekerja di museum pendefinisian tekstil tidak kaku, tergantung dari museum bagamana mengklasifikasi koleksi.

Jumat / 26 Agustus
dimulai dengam perkenalan tentang meeting 3 tahunan ICOM CC yang akan berlangsung di Denhaag. Meeting ini juga menjadi ajang peserta bertemu dengan para kolega dari seluruh dunia. Untuk itu identitas diri seperti kartu nama / bussiness card sangat penting. Peserta juga diajarkan dalam proses menenun yang sangat sederhana menggunakan alat tenun dari karton. Dalam melakukan kegiatan tersebut, peserta menyadari bahwa dalam membuat tekstil itu tidak gampang, dengan demikian pekerja museum akan makin menyadari dan menghargai koleksi tekstil yang ada di museum masing-masing. Peserta juga diberikan pengertian mengenai perbedaan filamen dan fiber.
Kegiatan dilanjutkan dengan dokumentasi koleksi. Sebuah koleksi ditempatkan ditengah-tengah jauh dari peserta. Setiap peserta membuat dokumentasi dan menggambar apa yang dilihat dari tempat duduknya. Karena berada pada tempat yang berbeda, hampir semua peserta memiliki persepsi yang berbeda terhadap benda yang dilihatnya. Kegiatan ini melatih kesadaran bahwa dalam membuat dokumentasi koleksi harus melihat koleksi seutuhnya, sehingga kita tahu apa dan bagaimana sebenarnya koleksi tersebut.
Kegiatan dilanjutkan dengan presentasi Dinah Eastop dari Tekstil Conservation Centre Southampton Inggris mengenai Haddon string figure, yang bercerita bagaimana preservasi objek, tidak hanya tangible tetapi juga intangible heritage. Selanjutnya dilakukan presentasi Farideh Fekrsanati dari RMV mengenai pendokumentasian di RMV, ada tiga level, level dasar, diisi oleh registrar , level A diidsi oleh curator ethnografi, dan level B diisi oleh conservator. Kegiatan dilanjutkan dengan melakukan latihan pembuatan dokumentasi pada koleksi. Peserta dibagi kelompok yang terdiri atas 2 orang. Lalu dilakukan pula dokumentasi pada koleksi yang ada di Galeri Indonesia. Tiap kelompok memilih 2 koleksi tekstil, lalu kemudian cari dokumentasi yang ada pada koleksi tersebut, dan mengapa memilih koleksi tersebut. Ternyata alasan memilih koleksi adalah berdasarkan desain, teknik dan makna yang ada pada koleksi.

Sabtu / 27 Agustus
sebenarnya hari Libur. Namun pagi harinya dimanfaatkan untuk mengunjungi museum Hortus Botanicus, yaitu Kebun Raya yang ada di Leiden. Kegiatan di dalam Hortus Botanicus adalah mencari pohon-pohon yang merupakan asal pembuatan tekstil, seperti pisang, palem kapas dan sebagainya.

Senin / 29 Agustus,
pagi hari Katriina Simila mengulas minggu lalu adalah pelajaran mengenai apa itu tekstil. Dan pada minggu ini adalah mengerti mengapa koleksi tekstil tersebut menjadi koleksi museum dan mengapa koleksi tekstil yang ada di Museum ini sangat penting. Pelajaran selanjutnya adalah dari Dinah Eastop mengenai konsep ide dari biografi objek. Biografi berarti riwayat hidup koleksi. Dalam melakukan konservasi koleksi, biografi objek sangat penting karena menjadi dasar dalam melakukan konservasi dan preservasi terhadap koleksi.Sore hari kegiatan dilanjutkan dengan presentasi setiap peserta mengenai museum dan koleksinya, serta misi dan visi dari museum tempat mereka bekerja.

Selasa / 30 Agustus
kegiatan dimulai dengan melakukan diskusi mengenai SE Asian textile collections dan tantangannya. Disini ditekankan tantangan bukan permasalahan (karena hal ini berakibat pada kinerja konservator) antara lain :
- kurangnya tenagakerja yang profesional
- kurangnya informasi mengenai pengaruh iklim tropis pterhadap koleksi,
- kasus storage yang ruangan tidak pernah bertambah namun koleksi nya bertambah terus
- mengenai AC yang hanya dinyalakan pada jam kerja.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan presentasi Dinah Eastop mengenai nilai dari noda dan kerutan pada tekstil. Seringkali ternyata koleksi tersebut di simpan di museum karena adanya noda atau karena kerutannya. Dalam melakukan pembersihan terhadap noda, harus ada keputusan yang profesional dalam menanganinya. Apakah memang perlu dibesihkan dan dihilangkan, dan apa kerugian dan keuntungan yang dapat diambil jika dibersihkan. Keadaan ini dapat menjadi bahan diskusi antara konservator dan kurator.
Siang hari dipertunjukkan film Angkor Wat dan Toy Story 2. Pada film Aggkor Wat diperlihatkan bagaimana komunitas masyarakat setempat mempengaruhi nilai dari koleksi, dan pada Toy Story 2 dipelajari bagaimana sulitnya mengambil keputusan, kapan koleksi tersebut menjadi koleksi museum atau hanya dianggap sebagai bagan dari komunitas anak-anak.

Rabu / 31 Agustus adalah melakukan diskusi tentang Angkor Watt dan Toy Story 2. Lalu dilanjutkan dengan kunjungan ke galeri Amerika dan Jepang dan membuat list mengenai penyebab rusaknya koleksi, dan juga mengantisipasi bagaimana konservasi jangka panjangnya.
Disamping itu juga mengidentifikasi 3 faktor kerusakan dari 9 faktor kerusakan pada koleksi yang akan didiskusikan. Faktor-faktor kerusakan nya antara lain; insect, cahaya, perubahan cepat pada RH, temperatur, storage, polusi, faktor manusia, bencana alam, kurang budget, debu, jamur, peminjaman dan transportasi, kondisi objek itu sendiri, fotografi dan salah penganan selama dokumentasi, pemakaian secara fungsional atau display, dan kualitas material yang buruk. Dalam melakukan aktivitas konservasi perlu dilakukan dokumentasi pada koleksi kenapa kita mumeutuskan melakukan hal ini. Hal ini sangat perlu untuk masa depan dari objek itu sendiri.
Kegiatan dilanjutkan dengan presentasi Dinah mengenai Penyebab kerusakan pada koleksi tekstil. Ada 4 jenis kerusakan pada koleksti tekstil, yaitu :
- Kerusakan fisik dan mekani, misalnya robek atau lubang
- Kerusakan kimia, misalnya karena pengaruh cahaya yang dapat dilihat dibawah mikroskop
- Kerusakan biologi, akibat adanya insect
- Dan kerusakan budaya, yaitu adanya perubahan pada tekstil karena terkontaminasi pestisida.
Kerusakan pada tekstil seringkali merupakan kombinasi dari jenis kerusakan diatas dan merupakan kondisi yang kompleks. Kerusakan pada tekstil dapat terjadi karena:
- Faktor inherent, yaitu penyebab kerusakan yang berasal dari koleksi itu sendiri dan
- Faktor eksternal, yang berasal dari luar seperti cahaya, kelembaban relatif dan transportasi
- Gabungan faktor internal dan eksternal.
Grup kemudian pergi ke Textile research Center yang berada dalam komplek RMV dengan direkturnya Dr. Gillian Vogelsang-Eastwood.
Kemudian dilakukan aktivitas dalam grup sesuai dengan kelompokmya. Kegiatan ini bertujuan mencari kerusakan yang ada padat iap objek dan bagaimana mengatasinya. Setelah itu ke Gallery dan mencari kerusakan yang ada koleksi di GAllery dan bagaimana penaganannya

Kamis / 1 September
dimulai dengan melakukan presentasi Dinah yaitu mengapa harus dilakukan pembersihan (cleaning). Kita harus menganalisis debu dan noda yang ada pada tekstil, baru kemudian memutuskan, apakah harus diberishkan. KIta harus tahu mengapa harus dibersihkan. Untuk koleksi yang memiliki bau yang tidak sedap, apakah harus dibersihkan kita harus juga mempertimbangkan efeknya terhadap konservasi dan pameran. Bisa jadi bau tersebut merupakan tanda dari adanya kerusakan pada koleksi.
Dinah melanjutkan presentasi dengan mengapa harus dibersihkan dan pendokumentasikan alasan mengapa harus dibersihkan.. JIka noda itu adalah significan jangan dibersihkan, tapi kalaiu tidak berarti, bersihkan saja.Ada 3 tipe cleaning dalam konservasi textil, yaitu surface cleaning dengan sikat / brush, dengan pelarut atau dry cleanin dan wet cleaning atau divuvi. Pilihan yang mana dipilih tergantung dari jenis tekstil serta materi yang ada pada tekstil.
Kegiatan selanjutnya adalah presentasi Farideh mengenai cleaning di RMV. Karena RMV tidak terlau tahu bagaimana sejarah koleksi maka RMV hanya membersihkan debu secara periodik. Keputusan untuk membersihkan tergantung dari jenis objek yang akan dibersihkan. membersihkannya dengan vacuum cleaner atau sikat, dan sering menggunakan jaring. Disamping itu sebelumnya dicek dulu kestabilan dari materialnya.
Kegiatan selanjutnya adalah latihan dalam melakukan keputusan clean or not pada objek. Peserta disuruh mengamati objek, dan apa keputusan dalam melakukan pembersihan, jenis pembersihan apa yang dipilih, apa keuntungan dari membersihkan objek ini,d an apa kerugiannya. Bagaimana mengurangi resiko kerugiannya

Jumat 2 September
presentasi Foekje Boersma mengenai preservasi koleksi dan 9 agen perusak koleksi, yaitu (1) gaya fisik, (2) pencurian vandalisme, (3) kebakaran, (4) air, (5) serangga, insek, (6) kontaminats (misal debu), (7) cahaya, (8) RH dan (9) T yang tidak sesuai. Fokus utama adalah pada RH dan T yang tidak sesuai. Perubahan pada T akan menyebabkan perubahan pada RH
Selanjutnya presentasi Graeme mengenai pengalamannya dalam menangani koleksi pada iklim dan temperatur tropis.
Siang hari kegiatan dilanjutkan mengenai cahaya, lalu kemudian peserta turun ke Galleri untuk mengukur cahaya dan RH dan T serta menganalisis pengaruhnya pada koleksi.
Hari Senin tanggal 5 September 2006.
Kegiatan dimulai oleh Agnes Brokerhof dari ICN mengenai risk management. Risk merupakan kemungkinan dari kehilangan. Pada konteks budaya kehilangan nilai dari koleksi karena penyebab yang spesifik.
Pda sesi ini peserta diminta mengklasifikasikan penyebab dan efek pada 10 1 faktor, yaqitu physical force, air, api / kebakaran, kriinalitas, pest, contaminatnt, cahaya, T yamg tidak sesuai, RH yang tidak sesuai dan dissosiasi.

Kemudian membuat skenario bagaimana kerusakan itu terjadi. Kemudian menghitung skala probabilitas dan loss of values dengan menggunakan rumus yang diberikan.
Siang harinya peserta melakukan kunjungan ke storage RMV di Gravenshande.Dan melakukan risk management disana.

Selasa / 6 September
diskusi dengan Agnes mengenai Risk management dilanjutkan dengan membuat grafik dari hasil kunjungan ke Gravenshande.. Kemudian dilanjutknan dengan presentasi Agnes mengenai integrated pest management di Museum. Ada 4 penyebab tipe insek yang dapat merusak yaitu yang melubangi, yang mengigit, yang crwlwers dan yang hanya mengunjungi tetapi berjalan
Ada beberapa tahap dalam IPM, yang pertama adalah mencegah insek datang ke koleksi. HAl ini dapat berjalan dengan adanya housekeeping yang baik, menempatkan objek 15 cm dari lantai dan pemeliharaan gedung. Langkah kedua adalah menghalangi semua pintu masuk serangga. Hal ini dapat dilakukan dengan menselaing gedung, membungkus atau menutupi objek dan selalu membuajka kemungkinan objek selalu ada di ruang karantina. Kedua langkah diatas adalah tinfdakan preventive konservation.
LAngkah yang ke tiga adalah mendeteksi kerusakan pada koleksi. HAl ini mungkin dengan jalan inspelsi visual, menggunakan trap, mengidentifikasi jenis insek ,menentukan aktivitas dan mendokumentasi hasil temuan. Langkah ke empat adalah untuk mengkondisikan insek yang ada pada objek agar tidak menyebar atau melakukan kerusakan lebih jauh pada koleksi., Dapat dilkukan engan cara tahu bagian objek yang terkena, mengisolasi objek yang terkena dan mengetahui sumber darimana insek berasal. LAngkah yang keloima adalah melakukan traetment melalui pest control dan metode toksi dan non toksik metode. Non toxic menggunakan low tempeartur, hihg tempertaur dn low oksigen. Pemilihan metode tergantung dari kondisi objek, tipe insek, kecepatan kerusakan dan efisiensi. JIka insek ada dalam objek paling baik adalah melakukan penetrasi langsiung pada objek. jika insek hanya melakukan kunjungan maka ruangan juga diteatment.
Kegiatan dilanjutkan dengan membuat kantong untukkk high temperatur insek yang bisa dilakukan di negara masing-masing.

Rabu tanggal 7 September
melakukan presentasi Mengenai keputusan dipamerkan atau tidak sebuah koleksi ditinjau dari sudut etnografi. Sesi berikutnya adalah kasus bendera milik bekas presiden Filipia Manuel Roxas yang dipinjam dari Museum Manuel Roxas Filipina. Semua peserta diminta menilai bendera dan memberikan argumentasi apa yang akan dilakukan noda yang ada pada bendera. Apakah harus dibersihkan atau tetap dipertahankan. Jika akan dibersihkan tindakan apa yang akan dilakukan.
Siang harinya grup mengunjungi gedung penyimpan (storage) di Gravenshande, dan melakukan tur mengunjungi storage dipimpin Graeme Scott. Peserta menanyakan fasilitas yang dimiliki RMV.

Kamis 8 September
dilakukan di RMV mengenai preservasi tekstil yang digunakan sebagai kostum. Karena seringkali dalam pemakaiannya tekstil tersebut mengalami ketegamngan ketika dipakai.
Hari Jumat tanggal 9 September dilakukan evaluasi selama workshop berlangsung. Peserta memberikan masukan kepada panitia apa yang telah didapat selama kursus berlangsung.
Pada hari ini juga Ita Yulita sebagai asisten kursus memberikan presentasi mengenai apa yang telah dilakukan setelah pulang dari kursus di Bangkok, dan apa yang diterapkan dan mengapa hal ini bisa diterapkan

Senin tanggal 12 September hingga Jumat tanggal 17 September
mengikuti ICOM CC meeting di Denhag. Meeting ini merupakan meeting ke 14 dan diikuti oleh hampir 1000 peserta dari 75 negara di dunia.

Hari Sabtu tanggal 18 September
seluruh kegiatan ditutup dengan resmi dengan pidato singkat dari direktru RMV dan pemberian sertifikat kepada peserta oleh directur ICCROM

1 komentar:

Izzy Suzzy said...

halo ibu ita yulita...wah senang deh dengar ceritanya...kebetulan aku lagi browsing mau liat pengajaran yang ada hubungannya dengan tekstil.