Tuesday, August 15, 2006

Penataan vs Pencahayaan di Museum -bagian 2

II. Konsep Penataan dan Penyajian Koleksi

Telah diketahui museum didefinisikan sebagai suatu tempat penting bagi pelestarian benda budaya dan alam yang dijadikan koleksi, dirawat, dijaga dan disajikan bagi kepentingan umat manusia sekarang dan masa yang akan datang (Hari Untoro,2004). Dengan demikian, salah satu tugas pengelola museum antara lain menyajikan koleksi yang dimiliki, berupa warisan budaya yang memiliki sifat unik dan tidak dapat digantikan. Agar dapat menarik pengunjung untuk datang, maka tidak salah jika museum dibuat semenarik mungkin sehingga tidak ada kesan bahwa museum itu gudang.

Untuk membuat penyajian yang menarik, harus memiliki konsep apa yang ingin disajikan serta pendekatan apa yang akan digunakan, karena merupakan titik awal dalam membuat alur cerita yang akan dinikmati pengunjung saat berkeliling. Selain itu dibutuhkan pula kemampuan menerjemahkan apa yang menjadi konsep untuk diterapkan di dalam ruang 3 dimensi. Sehingga konsep yang tadinya hanya ada di kepala dapat diterima oleh masyarakat luas.

Sebagai contoh adalah keadaan yang terjadi di Museum Nasional sekarang. Museum Nasional pada awal berdirinya merupakan tempat penyimpanan benda-benda kuno dan sistem penyajian koleksi merupakan warisan dari jaman Belanda dan belum ada perubahan yang mendasar.

Pendekatan yang dipakai kurang jelas, misalnya pada koleksi Etnografi digunakan pendekatan berdasarkan regional wilayah-wilayah yang ada di Indonesia, namun pada koleksi-koleksi lain digunakan juga pendekatan kronologis, yaitu dalam penyajian koleksi prasejarah arkeologi dan sejarah. Selain itu terdapat juga pendekatan berdasarkan bahan, yaitu koleksi perunggu, emas, terakota dan keramik dan pendekatan berdasarkan disiplin ilmu, yaitu koleksi geografi dan numismatik (mata uang).

Seiring dengan perkembangan waktu pendekatan yang terlalu banyak ini ternyata tidak dapat lagi dipertahankan, karena terlalu banyak fokus yang diambil, sehingga tujuan semula yang ingin memberikan informasi kepada pengunjung malah tidak sampai. Pengunjung memang memperhatikan koleksi yang dipajang, tapi nuansa yang ada di balik objek itu tidak tersampaikan, dengan kata lain koleksi tidak mampu bercerita apa sebenarnya yang ada dibelakang koleksi ini. Disamping itu pula karena koleksi di dalam museum harus menyesuaikan dengan ruangan yang ada, maka ruangan museum terasa penuh dan desain tata pameran juga terlihat mengabaikan nilai-nilai estetikanya.

Maka berdasarkan hal tersebut, dengan adanya pembangunan gedung baru, konsep penataan pameran tetap museum Nasional mulai dirubah. Hal ini karena museum Nasional ingin sekali pengunjung yang datang akan pulang membawa informasi yang diperoleh. Lalu diputuskan konsep penataan yang dipilih adalah konsep tematik, yaitu semua koleksi yang di display memiliki alur cerita yang sejalan dengan pendekatan yang telah disepakati. Pendekatan yang dipakai dalam hal ini adalah ekologi budaya, yaitu di dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat unsur-unsur kebudayaan yang bersifat universal yang disebut sebagai inti budaya yang terdiri dari masyarakat sosial, kehidupan politik dan pola kepercayaan yang selalu terikat dengan kegiatan mata pencaharian dan susunan kehidupan ekonominya. Unsur-unsur yang bersifat universal tersebut akan menampakkan evolusi yang sejajar dengan berbagai kebudayaan. Disamping inti budaya terdapat juga unsur-unsur sekunder seperti teknologi, sistem pengetahuan dan kesenian yang juga menampakkan perkembangan yang khas.

Alur cerita dibuat sesuai dengan perkembangan yang terjadi pada masyarakat. Dengan mengikuti alur perjalanan, maka pengunjung seperti dituntun untuk melihat hubungan dan perkembangan tersebut selama perjalanannya mengelilingi museum.

Dengan menata koleksi sedemikian rupa, pengunjung diajak menjelajahi dimensi waktu masa lalu, melihat dinamika kehidupan manusia dan hasil karyanya guna memahami kehidupan sosial dan sejarahnya, serta untuk memperoleh pengetahuan dan pelajaran yang baru mengenai sejarah peradaban.

0 komentar: